Karakteristik Angkatan Pujangga Baru – Dengan membaca suatu karya sastra
di setiap periode, maka kita dapat memahami bagaimana perbedaan karakteristik sastra
dalam setiap periode atau setiap angkatan. Hal ini disebut sebagai periodisasi
sastra yang mana dibagi menurut zamannya.
Baca juga : Perkembangan Sastra ASEAN
![]() |
sumber : semogabermanfaat.web.id |
Di Indonesia sendiri, periodisasi
sastra dibagi menjadi 10 angkatan yang di antaranya adalah Angkatan Pujangga
Lama, Angkatan Sastra Melayu Lama, Angkatan Balai Pustaka, Angkatan Pujangga Baru,
Angkatan 1945, Angkatan 50, Angkatan 66, Angkatan 90, Angkatan Reformasi, dan
Angkatan 2000 hingga sekarang ini.
Namun, pada artikel kali ini, kita
akan membahas bagaimana karakteristik dari Angkatan Pujangga Baru yang berada
pada periode 1930 an. Maka tak heran jika sebagian orang ada juga mengakatan
sebagai angkatan 30.
Baca juga : Pesta Buku Prancis dan Indonesia
Latar belakang pembentukan dari
Pujangga Baru ini adalah adanya protes para penyair dan sastrawan akan karya sastra yang dibredel
pada masa Balai Pustaka dengan alih-laih sebagai suara nasionalisme dan
kesadaran berbangsa. Sehingga, wajar saja jika kita menemukan beberapa karya
sastra angkatan Pujangga Baru dengan ciri khas nasionalisme, intelektual, dan
elitis yang tinggi.
Pada angkatan Pujangga Baru,
beberapa pengarang yang produktif di antaranya adalah Sutan Takdir Alisyahbana
(STA), Sanusi Pane, Armijn Pane, Amir Hamzah, Asmara Hadi, Imam Supardi,
Tatengkeng, A. O. H. Kertahadimadja, Or. Mandam, Sutan Syahrir, Selasik, I
Gusti Nyoman Panjitisn, Hamka Adinegoro, dan lain sebagainya.
Sedangkan beberapa karya sastra
yang terkenal pada masa Pujangga Baru di antaranya adalah PB Layar Terkembang, Anak
Perawan di Sarang Penyamun, Tebaran Mega, Puisi Lama, Belenggu, Jiwa Berjiwa,
Nanyi Sunyi, Buah Rindu, Setangi Timur, Sastra Melayu Lama dengan
Tokoh-Tokohnya, Rindu Dendam, Puspa Aneka, Tuba Dibalas dengan Susu, Hulu
Balang Raja, Katak Hendak Lembu, Kalau Tak Untung, Pencuri Anak Anak Perawan,
Sukreni Gadis Bali, Si Cebol Merindukan Bulan, Ken Arok dan Ken Dedes, Di Bawah
Lindungan Ka’bah, Tenggelamnya Kapalnya Van der Wijk, Andang Taruna, Cincin
Stempel, Tebusan Darah, dan beberapa karya sastra lainnya.
Baca juga : Genre Karya Sastra
Ciri utama pada karya sastra pada angkatan
Pujangga Baru adalah adanya kehidupan yang lebih modern, kebangkitan kaum muda,
dan nasionalisme Indonesia. Namun, ada juga beberapa karya sastra yang
terpengaruh oleh angkatan 80 di Belanda, sehingga tak heran jika terdapat karya
sastra puisi pada masa itu yang berbentuk sonata.
Adapun beberapa tokoh Pujangga
Baru yang mengalami polemic di masa itu, seperti adanya Sanusi Pane yang
berorientasi ke Timur yaitu India, Timur Tengah, dan Cina. Sehingga cenderung
karyanya bernilai spiritual dan mementingkan rohani. Sedangkan Sutan Takdir
Alisyahbana lebih berorientasi ke barat yang memiliki ciri khas intelektual, individualistic,
dan materialistic, dan juga beridealisme tinggi akan ilmu pengetahuan, sains,
dan dunia.
Berbeda halnya dengan Armijn Pane,
Ki Hajar Dewantara, Amir Hamzah yang lebih mementingkan sintetis barat yang
sifistikated, dan ketimuran yang sufistik.
KARYA PUJANGGA BARU
Berikut ini terdapat 2 contoh
karya sastra yang pada masa Pujangga Baru. Berikut ini adalah 2 contohnya.
Layar Terkembang – Sutan Takdir Alisyahbana
sumber: overebook |
Layar Terkembang merupakan salah
satu karya sastra pada masa Pujangga Baru dengan bentuk roman yang menceritakan
seorang ayah bernama Wiriatmadja memiliki dua putri yaitu Tuti dan Maria. Kedua
putri tersebut memiliki sifat yang bertolak belakang, yang mana Tuti bersifat
cerdas, pendiam, dan suka berorganisasi, sedangkan Maria yang lincah, ramah,
dan manja. Di dalam kisah ini terdapat seorang pemuda bernama Yusuf yang jatuh
cinta pada Maria. Namun, Maria memiliki penyakit tipus dan TBC parah, hingga
pada akhirnya Yusuf menikah dengan Tuti sebelum Maria meninggal dunia.
Di sini kita tahu adanya citra dan
peranan wanita dalam kehidupan yang bukan hanya berada di dapur saja, melainkan
juga memiliki hak untuk memutuskan suatu keputusan. Selain itu, juga terdapat
suatu adat pernikahan yang bisa ditentang karena adanya suatu harapan dan
keinginan individu.
Doa – Amir Hamzah
![]() |
sumber: diarybait |
Doa adalah suatu karya sastra
puisi karya Amir Hamzah yang menceritakan kerinduan insan terhadap Tuhannya
layaknya sesorang kekasih. Seperti ini kutipan puisinya.
Dengan apakah kubandingkan
pertemuan kita, kekasihku?
Dalam puisi tersebut, kata ‘kekasihku’
ini memiliki arti sebagai Tuhan yang menggunakan majas simbol romantisme. Di sana
juga terdapat majas simile yang menggunakan perumpaman dengan menggunakan kata
bantu ‘bagaikan’, ‘laksana’, dan sebagainya. Selain itu juga terdapat majas
repetisi yang adanya pengulangan kata dalam satu kalimat.
Dari kedua contoh di atas, dapat dikatakan
bahwa karya sastra pada masa Pujangga Baru terdapat beberapa poin penting yang
di antaranya adalah sebagai berikut :
- Kata ‘Pujangga Baru’ ini berasal dari nama majalah yaitu ‘Poedjangga Baroe’ yang mana majalahnya terdapat beberapa pengarang muda yang berkeinginan dalam berbudaya dan nasionalisme.
- Beridirinya Angkatan Pujangga Baru dilatarbelakangi peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang berkeinginan bahwa bahasa Indonesia menjadi bahasa nasional.
- Pendiri Angkatan Pujangga Baru di antaranya adalah Sutan Takdir Alisyahbana, Amir Hamzah, Armijn Pane, dan Sanusi Pane.
- Angkatan Pujangga Baru dibeda menjadi dua kelompok di antaranya adalah kelompok seni untuk seni dan kelompok seni untuk pembangunan.
- Angkatan Pujangga Baru berciri khas nasionalisme, modern, intelektualisme, dan penggunaan bahasa Indonesia yang baik.
No comments:
Post a Comment